Seminar Jurnalistik


Assalamu'alaikum..

Alhamdulillah hari Ahad kemarin, tepatnya tanggal 14 Januari 2014, Allah memudahkan langkah saya untuk mengikuti Seminar Jurnalistik: Peran Media Dalam Dakwah yang diselenggarakan oleh FDK Hawary Mahasiswa LIPIA Jakarta. Acara yang diadakan di Mesjid Al-Ikhlas, Jati Padang, Jakarta Selatan ini mulai pukul 08.30 hingga menjelang Dzuhur.


Seminar ini diisi oleh Ust. Tony Syarqy selaku Dewan Syuro tim JITU (Jurnalis Islam Bersatu) dan Ust. Pizzaro selaku Sekjen JITU. Kalian mungkin agak asing mendengar nama-nama tersebut, tapi jika disebut situs Kiblat.net dan  Islampos.com, kalian tentu tahu kan? Nah, mereka ini adalah orang-orang dibalik situs-situs tersebut. Ust. Pizzaro juga merupakan penulis buku 'Zionis dan Syi'ah Bersatu Hantam Islam'. Masya Allah yaaa.. :D

(Kiri ke kanan) Ust. Tony Syarqy, Ust. Hardiyansyah, Ust. Pizzaro

Pada acara tersebut kedua narasumber membagi ilmu jurnalistik yang sangat berharga bagi kami para peserta. Apa yang mereka sampaikan dapat membuka mata tentang dunia jurnalistik dan bahkan ingin terjun ke dalamnya sebagai 'mujahid media'. Karena di jaman di mana informasi sangat dapat diakses dengan mudah, media-media yang ada berlomba-lomba menyajikan berita terkini dan tercepat disajikan bagi para pembacanya. Namun, tidak semua media mengedepankan kebenaran dan berita yang disampaikan. Bahkan tidak jarang banyak di antara berita yang mereka sajikan mengandung fitnah. 


Pemateri pertama diisi oleh Ust. Tony Syarqy. Sayangnya karena kesalahan teknis, Ust. Tony Syarqy datang agak terlambat dan mengisi acara lebih sebentar dari yang dijadwalkan. Namun apa yang disampaikan beliau sangat berkesan meskipun sedikit. Beliau memaparkan secara umum mengenai pentingnya peran media dalam dakwah. Setelah diselingi sesi tanya-jawab, seminar kemudian diisi dengan Ust. Pizzaro. 

Materi Ust. Tony Syarqy

Nah, Ust. Pizzaro memaparkan lumayan banyak materi tentang ilmu jurnalistik secara umum, misalnya saja mengenai penyebutan subjek berita yang berbeda-beda di setiap media bedasarkan sudut pandang mereka masing-masing. Contohnya mengenai perang Suriah, ada yang menyebut para pejuang Suriah dengan sebutan mujahid, pemberontak, bahkan teroris. Kemudian beliau menjelaskan mengenai bagaimana perjuangan para jurnalis Islam melawan gempuran media liberal yang sangat tidak berpihak pada Islam. Mungkin selama ini kita sebagai pembaca tidak pernah memikirkan bagaimana perjuangan para jurnalis tersebut mencari berita hingga tersaji ke para pembaca. Ternyata perjuangan para 'kuli tinta' itu sangat berat loh. Butuh skill dan mental yang kuat agar bisa mendapatkan berita. 

Slide Materi Ust. Pizzaro

Ust. Pizzaro cerita beberapa kisah mengaharukan para jurnalis Islam untuk bersaing dengan media liberal mencari berita, namun tentu dengan memegang penuh prinsip kebenaran dan no fitnah! Pemaparan contoh kisah yang disebutkan beliau saya paparkan dalam poin-poin agar lebih mudah hehe..

1. Kontroversi Konser Lady Gaga

Tentu kalian masih ingat tentang kontroversi konser Lady Gaga di Jakarta. Banyak yang menolak, namun tidak sedikit yang sangat ingin menonton penyanyi manggung ini secara live. Media liberal (yang tidak saya sebut namanya) secara tidak adil menyajikan berita bedasarkan ucapan seorang ulama MUI yang pada akhirnya berpendapat bahwa "boleh, apabila menutup aurat". Dan dijadikan headline (yang intinya) MUI memperbolehkan konser Lady Gaga. Menurut analisa Ust. Pizzaro jurnalis dari media liberal tersebut tidak menjelaskan dengan detail perihal Lady Gaga, karena mesti seorang ulama MUI tidak kenal siapa itu Lady Gaga.
Di sini peran jurnalis Islam mencari kebenaran. Mereka mencari narasumber ulama MUI lainnya yang dijumpai di sebuah mesjid. Benar saja, saat ditanya perihal hukum menonton konser Lady Gaga, dengan gaya bicara betawinya yang khas, si ulama berkata "Hah, siapa itu Lady Gaga? Gua kagak ngarti. Lu jelasin dah." Setelah dijelaskan secara lengkap siapa sebenarnya Lady Gaga. Benar saja setelah dijelaskan, sang ulama MUI ini dengan tegas berkata "Hukumnya haram!"

2. Mewawancarai Ulil dan Emilia Renata tanpa 'emosi'

Muslim mana yang tidak geram dengan celotehan ngasal Ulil. Namun jurnalis tentu tetap perlu mencari berita langsung dari sumbernya. Hal ini terkait isu kucuran dana asing untuk program liberalisme di Indonesia, di mana hasil dari wawancara itu Ulim membenarkan hal tersebut (Selengkapnya baca di sini).
Kemudian juga kisah tentang jurnalis muslim yang harus mewawancari salah satu tokoh Syi'ah mbak Emilia Renita. Saat hendak mewawancarai, si jurnalis langsung dicecar "Kamu kan media wahabbi yang suka menjelek-jelekkan kami." Si jurnalis hanya mesem-mesem menjawab, "Maaf bu, kami hanya menyampaikan apa adanya."

Intinya sebagai jurnalis harus profesional. Meski harus mewawancarai 'musuh' yang kebanyakan perkataannya membuat telinga panas, tetap tidak boleh emosi.

3. Seminar Musdah Mulia

Pernah ada sebuah seminar yang diisi oleh Musdah Mulia. Kemudian salah seorang jurnalis JITU datang ke sana. Kemudia beliau ditanya, "Mengapa Anda di sini? Saya kan tidak mengundang wartawan?" Dengan cerdiknya sang jurnalis menjawab, "Loh memang seminar ini tertutup?". "Tidak", jawab seorang panitia. "Ya sudah, saya kan juga masyarakat umum. Saya ingin menonton seminar ini."

4. Mewawancarai Tokoh Syi'ah Malaysia

Ust. Pizzaro menceritakan pengalamannya mewawancarai tokoh Syi'ah Malaysia. Awalnya ia sempat ditolak karena si tokoh syi'ah tidak mau diwawancarai. Kemudia Ust. Pizzaro berkata, "Pak cik, jangan seperti itu lah. Media Malaysia saja yang datang ke Indonesia untuk mewawancarai tokoh Syi'ah di sana, diterima dengan baik." Akhirnya Pak Cik Syi'ah ini mau diwawancarai. "Just ten minutes.", katanya. Ust. Pizzaro menyetujui walaupun pada akhirnya wawancara berlangsung lebih dari sepuluh menit.

Pada kesempatan itu Ust Pizzaro bertanya (dengan profesional dan tanpa 'emosi' tentunya), "Pak cik, mengapa Syi'ah mengkafirkan Khalifah Umar?". Si Pak Cik menjawab, "Kami tidak menfkafirkan. Hanya saja Umar telah berpaling dari jalan Allah." #taqiyahdetected :D

Sebenarnya masih banyak materi yang dibahas di seminar tersebut yang tidak dapat share di sini semuanya. Oiya melihat antusia akhwat pada acara tersebut, pihak JITU menawarkan kelas jurnalis lanjutan bagi kami. Jadi ilmu jurnalistik ini tidak hanya berhenti sampai di seminar ini, tapi terus berlanjut, agar kami, para akhwat, dapat berperan juga dalam dakwah melalui media. Agar tulisan-tulisan kami ke depannya lebih berkualitas dan layak dibaca. Insya Allah saya akan ikut lagi, dan semoga tulisan saya di blog ini nantinya akan lebih bagus lagi, hehe.

Sekian tulisan kali ini. Semoga bermanfaat. Next akan posting lagi kelanjutan kelas jurnalistik oleh JITU nanti.

(Seputar seminar ini juga dimuat di MuslimDaily.net)

Labels: