Kebijakan Pemimpin


Belakangan ini masyarakat mulai diresahkan oleh kemungkinan harga BBM yang akan naik beberapa waktu yang akan dating. Meski belum ditetapkan, hal ini tentu membuat tidur banyak orang tidak nyenyak. Bayangan kenaikan harga barang-barang  yang tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan bagaikan mimpi buruk di kehidupan nyata. Saya pun tidak bisa menebak berapa ongkos atau uang jajan yang harus dikeluarkan orang tua setiap harinya untuk kuliah saya dan adik saya. Dapat dipastikan akan naik seiring dengan naiknya ongkos angkutan umum. 

Saya hanya bisa merasa prihatin mengingat saya dan keluarga saya yang dapat dikatakan keluarga dengan tingkat ekonomi biasa saja merasa keberatan dengan kebijakan ini jika memang nantinya telah diputuskan.  Apalagi keluarga-keluarga lain dengan kondisi ekonomi di bawah keluarga saya, tentu mereka akan merasa sangat keberatan. Misalnya saja penjual gorengan atau pengusaha warteg yang dihadapi keputusan sulit dengan kenaikan harga BBM ini, apakah akan menaikkan harga dagangannya atau memperkecil porsi atau ukurannya. Secara kasat mata dengan naiknya harga BBM biasanya diikuti dengan daya beli masyarakat turun dan menyebabkan berkurangnya omset penjualan para pedagang, terutama pedagang-pedagang kelas teri. 

Mungkin ini hanya sedikit contoh akibat yang ditimbulkan dari keputusan atau kebijakan pemimpin. Yang dampaknya tidak lain dirasakan oleh rakyatnya sendiri. Adil atau dzalimnya kebijakan pemimpin dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan atau yang dirasakan rakyatnya. Allahu a’lam. Di sini saya tidak membahas tentang optimisme terhadap kondisi sulit yang akan dijelang rakyat Indonesia. Karena memang tentu saja Allah Mahakaya dan Maha Pemurah, yang senantiasa meberi rezeki bagi hamba-hamba-Nya tanpa mengurangi jatahnya sedikit pun.

Namun yang ingin saya share di sini adalah kisah tetangga saya, yang dialami mereka menurut saya dapat dijadikan contoh nyata dampak dari kebijakan tersebut. Sebut saja namanya Pak Bayu yang merupakan seorang pedagang daging. Pembaca tentu masih ingat beberapa waktu lalu saat harga daging sapi melambung tinggi hingga mencapai kira-kira Rp 100ribu. Saya kurang paham atas faktor penyebab kenaikan harga daging sapi ini, apakah murni demand dan supply, atau benar adanya karena andil seorang pejabat yang beberapa waktu lalu juga terseret kasus hukum akibat fakta ini. Namun akibat kenaikan harga yang drastis tersebut secara otomatis daya beli masyarakat terhadap daging menurun. Sehingga tidak lagi banyak yang membeli daging Pak Bayu. Saya kurang tahu pasti berapa lama hal ini berlangsung, hingga akhirnya Pak Bayu pun bangkrut karena dagangannya tidak selaris dulu ditambah ia kesulitan untuk memperoleh modal. Pak Bayu tidak lagi berdagang daging, jadilah ia menjadi pengangguran.

Di saat genting seperti itu, mau tidak mau isterinya dijadikan tumpuan untuk mencari nafkah. Sang isteri pun bekerja sebagai buruh. Jarak yang jauh antara tempatnya bekerja dengan tempat tinggalnya memaksa sang isteri tinggal di kontrakan dekat tempatnya bekerja bersama temannya. Jauh dari keluarga membuat Bu Bayu tidak punya waktu untuk mengurusi keluarganya. Terpaksa Pak Bayu yang ambil alih peran tersebut, meski akhirnya Pak Bayu mendapat pekerjaan sebagai pekerja serabutan dengan gaji yang jauh dari cukup. Keharmonisan keluarga ini pun mulai berkurang. Bu Bayu pun terkesan mulai membangkang terhadap suami karena merasa mampu untuk cari uang sendiri, ini bedasarkan keterangan beberapa orang yang saya kenal.

Saya merasa kasihan dengan keluarga Pak Bayu. Kemudian saya berpikir tentu ada banyak keluarga yang mengalami hal serupa seperti keluarga Pak Bayu. Atau bahkan lebih buruk lagi. Sungguh kebijakan atau tindakan pemimpin sangat berpengaruh bagi orang banyak. Oleh karena itu menjadi pemimpin merupakan amanat yang tidak ringan. Setiap kebijakan yang diambil memiliki multiplier effects. Jika kebijakan itu adil sehingga rakyat menjadi sejahtera, sang pembuat kebijakan akan mendapat pahala yang berlipat-lipat atas tindakannya ini, mengingat orang yang terkena dampaknya meliputi semua rakyat.  Namun sebaliknya apabila kebijakan tersebut dzalim maka rakyat akan merasa susah dan Allah Mahaadil, yang perhitungannya meliputi apa pun yang kita kerjakan. 

Labels: